Senin, 03 Januari 2011

Nggak Butuh Banyak Dalil Untuk Berbuat Baik

Sebelumnya, terimakasih untuk pengunjung blog ini. Apresiasi anda, amat mempengaruhi kontinuitas menulis saya (nyindir, coz lom ada komentar satupun yang masuk). Tapi tenang sob, insya Allah blog ini akan terus gua update, karena sejatinya, gua sayang sama kalian semua (no maho inside).

Okey, hadirin yang gua hormati dan hadirat yang gua cintai. Gua mau cerita tentang pengalaman yang membuat gua terenyuh. Peristiwa ini udah lama banget. Waktu itu gua lagi chating. Gua negor seorang cewe, kita kenalan dan ngomong ngalor-ngidul. Dia lebih muda dari gua, umurnya 16 tahunan. Selidik punya selidik, ternyata dia seorang Kristiani.

Hmm, bakal asik nih kalau gua singgung tentang agama, pikir gua. Akhirnya, gua buka topik tentang Bom Bali (coz waktu itu lagi heboh-hebohnya). Kira-kira percakapan kita begini :

Cewe                   : hmm, menurut lw, salah siapa peristiwa itu ?
Anak imut (gua)  : ah, itusih salah ekstrimis aja. Toh, di agama lw juga ada ekstrimis kan? Orang Yahudi juga punya ekstrimis
Cewe                   : iya, tapi, yang lebih banyak, mana ?
Anak imut            : -diem- (coz gua nggak pernah ngitung banyakan mana hehe)

Akhirnya kita adu argumen. Tenang, gua gak akan ngebahas gimana adu argumennya di sini. Coz gua tau, Orang Indonesia sekarang pada sensitif. Ntar blog gua bakal banjir sama dalil. Debat sama cewe itu, gua anggep hiburan aja. Itung-itung nambah wawasan. gimana sih rasanya kenal sama orang lain agama.

Terus, dia cerita ke gua tentang pengalaman dia sama neneknya. Suatu saat, dia, ibunya dan neneknya lagi jalan di mall. Sebagaimana wajarnya nenek-nenek, ya kalo jalan pasti ringkih kan? Terus, mau ngapa-ngapain keliatanya ribet (kalo nenek-nenek bisa lari sambil gendong beras satu karung, itu baru nggak wajar).

Di pintu masuk mall, ternyata penuh sesak. Saking sesaknya, nenek itu jatuh. Otomatis dia sama ibunya, nolongin. Karena keadaannya sesak dan ngerepotin, mereka berdua sedikit kualahan. Si ibu minta tolong orang di sekitar. Tapi, nggak ada yang mau nolongin. Malah, ada beberapa wanita berjilbab lebar, mandang sinis ke arah mereka dan bisik-bisik "udah, nggak usah ditolongin. Biarin aja".

Gua sebagai pendengar, merhatiin aja apa yang cewe itu omongin. Entah betul atau nggak tuh cerita. Yang jelas,  seketika itu juga gua mikir, seandainya cerita itu betul, menyedihkan banget. Berbeda dengan kisah Rosulullah yang ngasih makan Yahudi tua di pinggiran jalan. Atau, kisah 'Ali bin abi thalib yang mau nerima kekalahan di pengadilan atas Orang Yahudi karena beliau kalah saksi.

Gua bukan mau ngebahas masalah pluralisme di sini. Bagi gua, nggak butuh banyak dalil untuk nalar, buat ngebedain mana perbuatan baik dan nggak baik. Perampok nggak mau kalo dirampok. Pemerkosa nggak mau kalo anaknya diperkosa orang laen. Pembunuh juga nggak mau kalo dibunuh.

Mungkin kita terlalu sering ngedengar dalil "aku diperintahkan untuk memerangi orang kafir sampai mereka bersaksi tiada tuhan selain Allah (Syahadat)" -Al-Hadits-. Atau Firman Allah "tidak akan ridha Orang Yahudi dan Nasrani sampai kalian mengikuti jalan mereka". Jadilah kita melegalkan permusuhan dan kebencian. Alasannya, li i'lai kalimatillah

Apa kita lupa kalau Rusulullah saw juga pernah bersabda "aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak", atau ayat asasi dalam da'wah "Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan nasihat yang baik, serta lawanlah perdebadan mereka dengan cara yang lebih santun" ? Kita kayaknya udah lupa, selain keyakinan (Iman) dan ibadah (Islam), ada satu lagi yang sering lewat, gimana cara ibadah itu dilakuin. Ihsan! 

Mungkin ada yang nanya, gimana muslimin yang dibantai di Afghanistan? atau Irak? Atau Ambon? Gua respek dengan semangat mujahidin. Gua memihak mereka yang pergi ke medan jihad dan memerangi kafir harbi (orang kafir yang pantes diperangi). Tapi, buanglah peluru pada tempatnya. Di medan perang yang selayaknya. Toh Rosulullah saw nggak pernah jalan di pasar terus tiba-tiba nusuk orang non muslim yang lagi jualan kan? 

Setau gue, dulu agama ini bukan populer karena jadi perusuh. Agama ini populer, karena orang-orangnya yang rapi, yang harum, yang mau berbagi, yang nggak marah walau dilempari kotoran, yang mau nyingkirin duri di jalan, yang sering senyum, yang nebarin salam, yang ngehormatin orang tua, walaupun dia non muslim. Dan ketika orang lain tau bagaimana mulianya akhlak muslim, akhirnya mereka mihak -bahkan- masuk Islam. Jadi deh, kita berhasil memerangi kekufuran. Simple kan?

Gua kasih satu hadiah musik buat pembaca. Selamat mendengarkan :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar